Pages

Play Music - Upload Audio Files - Al Islam edisi 733 - Sabar Y...

Ikhtisar :
Hingga saat ini, berbagai elemen masyarakat masih terus mengekspresikan penolakan mereka terhadap tindakan Pemerintah menaikkan harga BBM. Namun demikian, ada juga tersebar atau sengaja disebarkan berbagai anggapan yang ujungnya agar rakyat menerima, diam, pasrah dan tidak melakukan penolakan atau protes. Selengkapnya ...
Dengarkan di Your Listen :
Download page :
read more "[Audio Al-Islam Edisi 733] SABAR YANG TIDAK PASIF"
[Al-Islam edisi 733, 12 Shafar 1436 H – 5 Desember 2014 M] 

Hingga saat ini, berbagai elemen masyarakat masih terus mengekspresikan penolakan mereka terhadap tindakan Pemerintah menaikkan harga BBM. Namun demikian, ada juga tersebar atau sengaja disebarkan berbagai anggapan yang ujungnya agar rakyat menerima, diam, pasrah dan tidak melakukan penolakan atau protes. Di antaranya, anggapan bahwa kenaikan harga BBM merupakan takdir sehingga harus diterima dengan ikhlas. Kalaupun kenaikan harga BBM menyusahkan, anggap saja itu sebagai musibah yang harus disikapi dengan sabar. Jika kenaikan harga BBM ini menyulitkan, kita harus yakin bahwa rezeki itu di tangan Allah sehingga tidak usah khawatir. Kenaikan harga BBM tidak perlu disikapi secara reaktif, tidak perlu protes apalagi demo, karena Allah-lah yang menentukan harga. Ada lagi ungkapan, “Buat apa protes dan demo, toh tidak didengar. Tidak ada jaminan setelah protes dan demo lalu kebijakan itu dibatalkan dan harga BBM diturunkan.”
Berbagai anggapan di atas, selain tidak sesuai dengan tuntunan syariah, juga menyimpan bahaya besar bagi umat.

Mendudukkan Keyakinan dan Amal
Rezeki seorang hamba memang berada di tangan Allah. Dialah Pemberi rezeki.

﴿وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا﴾
Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan dalam jaminan Allah-lah rezekinya (TQS Hud [11]: 6).

Allah SWT pun menjamin bahwa tidak seorang pun manusia akan mati kecuali setelah rezekinya di dunia sempurna diberikan. Rasul saw bersabda:

« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوتَ حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقُهُ …»
Hai manusia, sesungguhnya salah seorang di antara kalian tidak akan mati sampai rezekinya sempurna (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan Ibn Majah).

Nas-nas ini dan yang semisalnya sesungguhnya semata-mata berkaitan dengan keyakinan. Intinya, manusia harus yakin bahwa rezeki itu ada di tangan Allah, bahwa Allah-lah yang menjamin rezeki setiap makhluk, juga bahwa seorang manusia baru akan mati ketika kuota rezeki yang ditetapkan oleh Allah untuk dirinya di dunia telah sempurna diberikan.

Nas-nas tersebut tidak berkaitan dengan amal dan tidak menghukumi amal. Menggunakan nas-nas di atas untuk mengatur dan menghukumi amal tentu keliru dan tidak pada tempatnya. Apalagi jika nas-nas itu digunakan untuk membenarkan sikap diam, pasrah dan pasif menyikapi kenaikan harga BBM. Justru keyakinan terhadap rezeki Allah itu mesti digunakan untuk membangun sikap aktif, menumbuhkan keberanian dan ketegaran untuk terus melaksanakan ketaatan, melakukan amar makruf nahi mungkar, menasihati dan mengoreksi penguasa serta menyampaikan al-haqq di tengah masyarakat.

Sabar, Tidak Pasif
Bagi rakyat, kenaikan harga BBM oleh Pemerintah merupakan musibah. Secara bahasa musibah artinya apa saja yang menimpa kita. Secara umum sesuatu yang menimpa itu disebut musibah jika menyebabkan kesusahan. Kenaikan harga BBM itu jelas merupakan musibah yang menyusahkan masyarakat.
Masalahnya, dikembangkan anggapan bahwa musibah kenaikan harga BBM itu haruslah dihadapi dengan sabar, pasrah dan tidak perlu protes. Anggapan itu kemudian didasarkan pada firman Allah SWT:

]وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ -الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ[
Sesungguhnya Kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lilLahi wa inna ilayhi raji’un.” (TQS al-Baqarah [2]: 155-156).

Ayat di atas memang memuji sikap sabar dalam menghadapi musibah. Namun, mengeksploitasi sikap sabar untuk membangun kepasifan dan kepasrahan tentu keliru. Ayat ini berbicara mengenai musibah yang lebih merupakan qadha’ dari Allah SWT. Ayat ini juga mendeskripsikan sikap istirja’, mengembalikan sesuatu kepada Allah SWT. Itu merupakan cerminan dari keridhaan terhadap qadha’ itu. Namun, ayat ini bukan berarti mensyariatkan untuk bersikap pasif dan pasrah saja terhadap musibah. Ambil contoh, terhadap musibah berupa sakit, yang merupakan qadha’ dari Allah, syariah tidak mensyariatkan agar kita pasrah saja, tetapi juga mensyariatkan untuk berobat. Sabar itu adalah menerima dan ridha terhadap qadha’ sekaligus diiringi dengan sikap aktif untuk mengubah keadaan dan keluar dari musibah itu. Sikap sabar seperti itulah yang harus dikembangkan dalam menyikapi musibah, termasuk musibah kenaikan harga BBM saat ini.

Persewaan Mobil Semarang

kedainizar.blogspot.com
Persewaan mobil Semarang, Roti Maryam Semarang, Nugget sehat, Durian padang kupas dll
Di sisi lain, kenaikan harga BBM itu lebih merupakan musibah yang menimpa akibat perbuatan manusia sendiri (QS asy-Syura [42]: 30). Kenaikan harga BBM itu lebih merupakan fasad yang digambarkan dalam firman Allah SWT:

]ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ[
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian akibat dari perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41)

Ayat ini sekaligus menunjukkan sikap yang seharusnya dalam menyikapi semua bentuk fasad, yaitu kembali ke jalan yang benar. Bagi pembuat fasad sikap itu adalah dengan menghentikan perbuatan fasad itu. Itulah sikap yang harus diambil oleh Pemerintah sebagai pembuat fasad itu.

Masyarakat juga mesti berusaha menghilangkan fasad itu. Untuk itu Islam mensyariatkan agar umat melakukan amar makruf nahi mungkar serta menasihati dan mengoreksi penguasa. Tujuannya agar penguasa segera menghentikan fasad itu dan kembali ke jalan yang benar. Hal itu bukan sebagai sikap reaktif melainkan sebagai upaya memenuhi kewajiban syariah. Allah menyediakan pahala yang besar bagi siapa saja yang melakukan kewajiban itu. Bahkan andai orang yang melakukan itu dibunuh oleh penguasa yang dia nasihati maka dia mendapatkan pahala seperti yang diperoleh Hamzah bin Abdul Muthallib sebagai sayidusy-syuhada (pemimpin para syuhada). Demikian sebagaimana dinyatakan dalam hadis Rasul saw. riwayat Imam Ahmad.

Harus Bersuara!
Jadi, fasad berupa kenaikan harga BBM itu harus disikapi dengan sabar yang disertai dengan ikhtiar untuk mengubah keadaan. Sikap sabar yang pasif dan diam terhadap kefasadan, selain tidak sesuai dengan tuntunan syariah, juga mengandung bahaya besar. Sikap diam masyarakat akan dimaknai oleh Pemerintah sebagai bentuk penerimaan dan dukungan masyarakat atas tindakan fasad itu. Sikap ini akan membuat Pemerintah makin berani membuat berbagai macam kefasadan yang lainnya.
Alhasil, umat harus bersuara dan tak boleh diam. Jika makin banyak dari umat ini yang bersuara, jika jutaan orang menyatakan penolakan dan protes termasuk dalam bentuk turun ke jalan, niscaya akan diperhatikan dan boleh jadi membuat Pemerintah membatalkan kebijakan fasadnya itu. Lebih dari itu, yang harus menjadi patokan, melakukan amar makruf nahi mungkar serta menasihati dan mengoreksi penguasa merupakan kewajiban dari Allah SWT kepada kita. Dalam hal itu, Allah tidak akan menghisab kita apakah nasihat dan koreksi yang kita sampaikan itu digubris oleh penguasa atau tidak. Yang justru bakal Allah hisab adalah sikap diam kita terhadap kezaliman dan fasad yang dibuat penguasa.

Jika ada yang mengatakan bahwa mana ada penguasa yang berniat menyusahkan atau menzalimi rakyatnya, maka ungkapan itu tidak perlu diperhatikan. Sebab, dalam hal kefasadan itu, yang tahu niat dan motivasi sesungguhnya adalah pelakunya dan Allah SWT. Yang harus dilihat adalah kenyataan dari kefasadan itu dan dampaknya bagi umat. Kaidah yang masyhur mengatakan, “Nahnu nahkumu bi zhahir walLâh ya’lamu syarâ’ir (Kita menghukumi yang nyata dan Allahlah yang Maha mengetahui yang tersembunyi).”

Wahai Kaum Muslim:
Kita harus bersuara dan tak boleh diam! Kita harus bersuara: Pertama, dalam konteks amar makruf nahi mungkar serta menasihati dan mengoreksi penguasa. Jika kita tidak melakukan ini maka bahaya besar akan mengancam. Rasul saw. bersabda:

« وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ »
Demi Zat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kalian melakukan amar makruf nahi mungkar atau Allah akan menimpakan atas kalian sanksi dari sisi-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan doa kalian tidak dikabulkan (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).

Apalagi kefasadan berupa tindakan menaikkan harga BBM itu merupakan bagian dari liberalisasi total migas. Itu jelas-jelas menyalahi syariah, mungkar dan zalim.

Amar makruf nahi mungkar serta menghentikan kezaliman penguasa itu pada dasarnya merupakan bentuk kasih sayang sekaligus untuk membantu pihak yang zalim agar menghentikan tindakan zalimnya dan pihak yang dizalimi agar terbebas dari kezaliman. Tujuannya, untuk menyelamatkan semuanya dari kehancuran.

Kedua, kenaikan harga BBM ini hanya bagian dari banyak kefasadan lainnya, yang pangkalnya adalah syariah tidak diterapkan untuk mengatur kehidupan. Karena itu, selain bersuara dalam konteks yang pertama itu, umat juga harus bersuara dalam konteks perjuangan aktif untuk mewujudkan penerapan syariah secara total di bawah sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Dengan itu berbagai bentuk kefasadan bisa dihilangkan dan kerahmatan untuk semua bisa diwujudkan.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []

Komentar:
Total pendapatan 141 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia–termasuk Pertamina—kalah dari pendapatan perusahaan minyak dan gas asal Malaysia, Petronas. Padahal perusahaan ini dulu belajar dari Indonesia (Kompas.com, 2/12).
  1. Jangan dijadikan alasan memprivatisasi BUMN. BUMN bisa bagus dan untung besar. Buktinya adalah Petronas, Singtel, BUMN-BUMN Tiongkok dan masih banyak lainnya.
  2. Penyebab utamanya adalah kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada BUMN dan tidak seriusnya perbaikan BUMN.
Sumber :
http://hizbut-tahrir.or.id/2014/12/03/sabar-yang-tidak-pasif/
read more "[Buletin Al-Islam Edisi 733] SABAR YANG TIDAK PASIF"
Upload Music Files - Play Audio - Al Islam Edisi 732 - BBM Nai...

Ikhtisar :
Pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi yang berlaku sejak 18 November lalu. Premium menjadi Rp 8.500 perliter dan Solar menjadi Rp 7.500 perliter.
Dengarkan di Your Listen :

Download page :
read more "[Audio Al-Islam Edisi 732] BBM Naik Harga: Asing Gembira, Rakyat Sengsara"
[Al-Islam edisi 732, 5 Shafar 1436 H-28 November 2014 M]

Pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi yang berlaku sejak 18 November lalu. Premium menjadi Rp 8.500 perliter dan Solar menjadi Rp 7.500 perliter.
Kebijakan itu sontak mendapat reaksi penolakan di mana-mana. Aksi penolakan terjadi di seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua. Penolakan dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat baik mahasiswa, masyarakat umum, ormas maupun buruh.

Asing Gembira, Rakyat Sengsara
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng berpendapat, kenaikan harga BBM akan membuka kesempatan luas kepada perusahaan swasta/asing untuk berbisnis BBM di Indonesia. Kenaikan harga BBM bersubsidi membuat bisnis BBM yang dilakukan perusahaan asing akan makin berkembang.

Menurut dia, selisih harga yang tinggi antara BBM subsidi dan non-subsidi telah membuat operator SPBU asing gulung tikar. Kenaikan harga BBM subsidi akan membuat perusahaan asing seperti PT Shell Indonesia dan PT Total Oil Indonesia makin memperbanyak jumlah SPBU-nya (Liputan6.com, 1/10/2014).

Ini mengingatkan kita pada apa yang disampaikan mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, “Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas… Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi Pemerintah. Sebab, kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.”(Kompas,14 Mei 2003).

Jadi harga BBM bersubsidi dinaikkan adalah demi menyelamatkan SPBU asing dari kebangkrutan. Menaikkan harga BBM makin mendekati harga pasar juga berarti mendatangkan konsumen ke SPBU-SPBU asing yang selama ini sangat sulit mereka usahakan. Kebijakan inilah yang ditunggu oleh SPBU asing selama ini.

Karena itu yang pertama-tama senang dengan kenaikan harga BBM itu tidak lain adalah pihak asing. Apalagi seperti diberitakan Republika (20/11), SPBU asing sudah mulai ramai.

Persewaan Mobil Semarang

kedainizar.blogspot.com
Persewaan mobil Semarang, Roti Maryam Semarang, Nugget sehat, Durian padang kupas dll
Sebaliknya, yang pertama-tama merasa susah dengan kenaikan harga BBM itu adalah rakyat. Begitu harga BBM naik, ongkos transportasi langsung naik. Untuk satu keluarga yang terdiri dari empat orang, kenaikan ongkos yang harus ditanggung bisa mencapai lebih dari Rp 20.000 perhari atau Rp 520 ribu perbulan. Ini baru satu dampak dari kenaikan harga BBM, yaitu kenaikan ongkos angkot. Itu artinya, kompensasi 200 ribu perbulan perkeluarga jelas jauh dari memadai untuk mengkompensasi kenaikan harga BBM. Jika penerima kompensasi saja tak terlindungi dari dampak kenaikan harga BBM, apalagi mereka yang sedikit di atas garis kemiskinan dan tidak mendapat kompensasi. Kenaikan harga BBM juga membuat semua harga barang dan jasa naik dan biasanya tak mungkin turun lagi.

Anehnya, Pemerintah menganggap enteng dampak kenaikan harga BBM bagi rakyat kebanyakan ini. Pemerintah mengklaim, dampak kenaikan BBM hanya berlangsung selama tiga bulan. Itu pun bisa diredam dengan kompensasi dan program yang disebut produktif. Sikap Pemerintah ini meremehkan kesusahan yang diderita oleh rakyat kebanyakan.

Padahal dampak kenaikan harga BBM selama ini menjadi semacam lingkaran setan. Harga BBM naik menyebabkan inflasi. Harga-harga barang dan jasa naik. Biaya produksi juga naik. Sebaliknya, daya beli masyarakat turun. Akibat daya beli turun, permintaan barang dan jasa juga akan turun. Buruh pun menuntut upah naik. Selanjutnya perusahaan akan mengurangi produksi atau melakukan efisiensi, termasuk dengan mengurangi buruh. Angka pengangguran bisa bertambah karenanya. Akibatnya, jumlah rakyat miskin akan bertambah.

Pemerintah Menuruti Kemauan Asing
Kebijakan menaikkan harga BBM Rp 2000 perliter itu sama persis dengan salah satu skenario yang diusulkan oleh Bank Dunia pada Maret 2014 lalu. Ini adalah penerapan dari pencabutan subsidi yang sejak lama didiktekan oleh IMF melalui LoI, Bank Dunia dan lembaga internasional lainnya.
Jika dirunut ke belakang, IMF dan Bank Dunia berperan mendiktekan berbagai peraturan dan UU yang meliberalisasi sektor migas. Hal itu tercantum dalam Letter of Intent (LoI) Pemerintah dengan IMF. Di dalam Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000) antara lain disebutkan: “Pada sektor migas, Pemerintah berkomitmen untuk…membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional.”

Lalu di dalam Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, July 2001) antara lain disebutkan:“Menteri Pertambangan & Energi telah menyiapkan rencana jangka menengah untuk menghapus secara bertahap subsidi BBM dan mengubah tarif listrik sesuai dengan tarif komersil.”
Pada tahun 2000 Bank Dunia melakukan studi mengenai minyak dan gas di Indonesia (Indonesia Oil and Gas Sector Study–World Bank, June 2000). Studi tersebut merekomendasikan agar rancangan UU Migas yang diajukan kepada DPR pada tahun 1999 harus berlandaskan pada semangat kompetisi, berorientasi pasar, menghilangkan intervensi Pemerintah, serta konsisten mengikuti aturan-aturan yang berlaku di dunia internasional.

Berikutnya di dalam dokumen Bank Dunia, Indonesia Country Assistance Strategy (World Bank, 2001)disebutkan: “Utang-utang untuk reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah seperti privatisasi dan pengurangan subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja publik…Banyak subsidi khususnya pada BBM cenderung regresif dan merugikan orang miskin ketika subsidi tersebut jatuh ke tangan orang kaya”. 

Lalu dilanjutkan pada program energy and mining development, Loan No. 4712-IND tahun 2003 melalui kucuran utang luar negeri sebesar US$ 141 juta untuk proyek “Java Bali Power Sector Restructuring and Strengthening Project“. Proyek ini untuk mendorong Pemerintah menghilangkan subsidi BBM secara bertahap. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mendukung Pemerintah menghilangkan subsidi BBM serta membangun fondasi untuk sektor energi yang layak secara komersil.

Bukan hanya IMF dan Bank Dunia, USAID juga menggelontorkan jutaan dolar untuk meliberalisasi migas ini, termasuk di dalamnya penghilangan subsidi. Di antaranya disebutkan di dalam dokumen utang Dari USAID dengan judul, “Energy Sector Governance Strengthened,” 497-013, “Pada tahun 2001 USAID bermaksud memberikan bantuan senilai US$4juta [Rp 40 miliar] untuk memperkuat pengelolaan sektor energi dan membantu menciptakan sektor energi yang lebih efisien dan transparan. Para penasihat USAID memainkan peran penting dalam membantu Pemerintah Indonesia mengembangkan dan menerapkan kebijakan kunci, perubahan UU dan peraturan).” (http://www.usaid.gov/pubs/cbj2002/ane/id/497-013.html)

Disebutkan juga: “USAID telah membantu pembuatan rancangan UU Migas yang diajukan ke DPR pada Oktober 2000. UU tersebut akan meningkatkan kompetisi dan efisiensi dengan mengurangi peran BUMN dalam melakukan eksplorasi dan produksi.”
Dalam dokumen USAID Program Data Sheet 497-013 disebutkan, USAID juga menggelontorkan utang jutaan dolar untuk membantu Pemerintah Indonesia menerapkan UU Migas yang baru, yang mengamanatkan liberalisasi migas itu.

Ini baru sebagian dokumen. Masih banyak dokumen lainnya yang menjelaskan betapa dalamnya campur tangan asing, khususnya dalam meliberalisasi migas. Penghilangan subsidi adalah puncak dari liberalisasi ini yang masih belum dicapai. Hal itu akan terus didesakkan (didiktekan) untuk sesegera mungkin dijalankan oleh Pemerintah. Sayang, Pemerintah menuruti saja apa yang dimaui asing itu. Bahkan Pemerintah terus berupaya mencari-cari berbagai alasan untuk membenarkan ketundukannya pada pihak asing.

Jangan Diam
Kenaikan harga BBM jelas menyusahkan rakyat. Ini jelas merupakan kezaliman. Kaum Muslim tentu tak boleh diam. Kaum Muslim harus berusaha keras menghilangkan kezaliman itu untuk membantu pihak yang zalim itu dan yang dizalimi, sekaligus untuk menyelamatkan semuanya dari kehancuran.
Kebijakan liberalisasi migas di sektor hulu dan hilir ini terjadi karena ideologi sekular kapitalisme liberal diambil dan diterapkan sebagai sistem untuk mengelola kehidupan di negeri ini. Kebijakan liberalisasi ini juga bertentangan dengan tuntutan Islam. Pasalnya, Islam telah menjadikan migas dan kekayaan alam yang melimpah lainnya sebagai milik umum, milik seluruh rakyat. Mewakili rakyat, negara harus mengelola kekayaan alam milik rakyat itu dan mengembalikan seluruh hasilnya untuk kepentingan rakyat. Rasul saw. bersabda:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Kenaikan harga BBM juga merupakan tindakan mungkar karena melanggar petunjuk dan aturan Allah SWT. Kaum Muslim wajib berusaha menghilangkan kemungkaran ini sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Alhasil, kebijakan menaikkan harga BBM dan meliberalisasi migas pada dasarnya demi menuruti kehendak pihak asing. Tindakan ini sekaligus memberi mereka jalan untuk campur tangan bahkan menguasai dan turut menentukan nasib negeri ini yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Ini jelas keharaman karena Allah SWT telah berfirman:

وَلَن يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا
Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang Mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141).

Karena itu kaum Muslim harus menunaikan kewajiban melakukan muhasabah lil hukkam (mengoreksi penguasa), sekaligus turut aktif memperjuangkan penerapan syariah islamiyah secara total di bawah sistem Khilafah ‘ala minhaj Nubuwwah. Syariah dan Khilafah, selain menjadi solusi atas berbagai problem yang terjadi termasuk liberalisasi migas dan kenaikan harga BBM, juga merupakan kewajiban dari Allah dan perwujudan dari ibadah kepada Allah SWT.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.[]

Komentar:

Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan harga elpiji berukuran tabung 3 kilogram tak akan naik pada tahun ini. Namun, dia mengatakan, pada saatnya nanti Pemerintah akan menaikkan harganya juga (Kompas.com, 25/11).

  1. Ingat, JK bilang, tahun depan subsidi BBM akan dibuat tetap nilainya sehingga harga BBM bisa berubah-ubah sesuai harga pasar.
  2. Ini hanya menunda, tetapi disertai “ancaman” pasti akan dinaikkan. Beginilah nasib rakyat yang pemerintahnya penganut liberalisme ekonomi dengan dasar ideologi sekular kapitalisme.
  3. Kelola ekonomi dan SDA dengan syariah, pasti akan mendatangkan kemakmuran dan berkah.

Sumber :
http://hizbut-tahrir.or.id/2014/11/26/bbm-naik-harga-asing-gembira-rakyat-sengsara/
read more "[Buletin Al-Islam Edisi 732] BBM Naik Harga: Asing Gembira, Rakyat Sengsara"